Kamis, 01 Juni 2017

Pancasila Itu sama Dengan Al-Quran

Silahkan Download di bawah Filenya.
Jika ada file yang korup silahkan kirim ke E-mail atau DM ke Instagram (link di format atas)
Klick tulisan "Download diSini"
(Tanpa iklan sama sekali)

Download Disini

Selasa, 30 Mei 2017

Save Game Harvest Moon Back To Nature

Bagi anda yang sering bermain Harvest Moon : BTN terutama bagi pengguna android, kali ini saya akan membagikan savean game tersebut yang sudah saya meinkan sendiri.


Ini Screenshotnya:

Link Download : Download Di Sini

Cara penggunaan:

^Extract lalu copy folder "memcards" nya, paste si folder ePSXe kamu,
 Note : kalau bisa amankan dulu folder "memcards" yang ada di folder ePSXe mu,
        di cut/copy ke tempat lain,
        agar save game yang telah lama kamu mainkan tidak hilang gan :)



Di file save saya ini sudah memasuki tahun ke-3.

Kelebihan:
- Sudah ber-istri (Elli)
- Full heart pada istri
- Sudah memiliki anak yang sudah bisa jalan
- Full Heart pada anak
- 2 Ayam memiliki mahkota/bertelur emas
- 2 Sapi memiliki mahkota/bersusu emas
- 2 Domba memiliki mahkota/berbulu emas
- Sudah memiliki hubungan erat dengan semua warga
- Full heart untuk Harvest Sprites (kurcaci)
- Memiliki 10 ayam (full heart semua)
- Memiliki 10 Sapi (full heart semua)
- Memiliki 10 Domba (full heart semua)
- Sudah memenangkan lomba balap anjing
- Sudah memenangkan lomba pacuan kuda
- full heart pada anjing
- Full heart pada kuda
- Kebun sudah rapih
- Presentase kebun sudah 87%
- Ikan di kolam ada 70
- Sudah mendapatkan pancingan fish pole (pancingan besar)
- Barang2 di lemari es full (99x semua)
- Sudah memiliki alat2 pembuat mayonaise, keju, dan wol
- Sudah memiliki 60 resep masakan

Sekian dulu gan...
Wassalamu'alaikum WR. WB.

How to Make Link Download From Mediafire

Apa Itu link download ? Link download adalah seuatu teks atau gambar yang bisa di klik untuk mengarahkan link ke sebuah hosting untuk mendownload sebuah file . tapi kali ini saya akan berbagi ilmu kepada agan untuk membuat link download. sebenarnya tepat link download itu ada banyak ada di mediafire , 4 shared , indowebster , dll. tapi kali ini saya akan berbagi ilmu Cara Membuat Link Download Di Mediafire  Oke , Gan kita langsung aja caranya :



1. Buka www.mediafire.com setelah itu buat akun dulu (jika belum punya akun ) pilih Sign Up


2. Setelah selesai membuat akun ,cek email agan untuk verifikasi account yang telah agan buat tadi. 


3. Setelah account anda terverifikasi maka agan sudah bisa mulai menguploud file yang akan agan bagikan.


4. Lalu Log in dengan email - password anda.


5. Masuk ke dalam my files ,disitu agan bisa membuat beberapa file baru pada kotak folder, jika agan menguploud beberapa file, dan ingin memisah misah kan file tersebut.


6. Klik tombol upload.


7. Setelah itu akan muncul pop up pada layar agan, disitu silahkan klik ditegah maka akan mengarah kepada tempat file yang akan di upload pada komputer agan.


8. Setelah dapat file yang akan diupload , maka selanjutnya klik begin upload,tunggu hingga proses upload selesai.


9. Setelah proses selesai agan sudah mempunyai file yang tersimpan pada account agan untuk bisa didownload orang lain.


10. Untuk bisa didownload oleh pengunjung klik file yang sudah agan upload tadi disamping kanan nya ada tombol share klik disitu untuk mendapatkan link tautan file tersebut setelah itu copy link tersebut.




Nah untuk menampilkan link download tersebut didalam entri caranya mudah sebagai berikut :


Cara Membuat Link Download Berupa Tulisan :


<a href="http://www.ibrahim-mubarok.blogspot.com">Download</a>


Keterangan : Teks yang berwarna biru adalah Link tujuan ketika teks Yang berwarna Merah Di Klik . Teks Yang Berwarna merah juga Bisa anda ganti Dengan kata lain misalnya saja "Klik Disini"Ataupun yang lainya !


Ada banyak Fariasi untuk membuat link download,diantarannya dengan cara membuat linknya berhuruf besar,Miring tebal atau dengan menggunakan gambar . Contohnya sebagaiberikut :

Copy paste kode berikut untuk membuat teks link download menjadi tebal :<a href="http://www.ibrahim-mubarok.blogspot.com"><b>Download</b></a>

Untuk membuat teks tersebut miring silakan ganti kode <b>dan</b> Dengan <i>dan</i> .

Dan untuk membuat link tersebut Berukuran kecil sampai besar ganti kode yang saya hijaukan dengan kode <h1> dan </h1> . ganti angka tersebut dengan angka 1 - 6 jika ingin menyesuaikan ukuran besar link .



Cara Selanjutnya adalah membuat link download dengan gambar/ikon :


Caranya copy paste kode berikut ke blog anda :

https://publicstorythisyear.blogspot.co.id/

Hasilnya adalah sebagi berikut :



Keterangan  : Ganti Link yang berwarna biru dengan Full link Hosting tujuan anda .

Selamat Mencoba ..........?

Kamis, 19 Mei 2016

Cerpen Story Of Love

 Ya..!! Sobat kembali lagi bersama saya Admin yang TamVan. Saya mempunya cerpen yang berjudul Story Of Love. 

Silahkan  Dibaca.

 

 Sore ini hujan begitu deras, handphoneku yang semenjak tadi seperti patung, tiba-tiba ada suara dering pesan berbunyi. Aku segera mengambil hanpdhoneku dan ternyata ada satu pesan dari kekasihku. “Sayang maaf ya aku baru ngasih kabar, kamu udah makan?” Saat itu hatiku tenang karena telah ada kabar darinya. Aku sangat kagum padanya dalam keadaan sesibuk itu dia masih menyempatkan untuk memberi kabar padaku, tanpa nunggu lama langsung ku balasan pesan dari kekasihku.
“Iya gak apa-apa kok sayang, makasih ya udah nyempetin buat ngasih kabar, udah kok sayang,”
Tak lama handphoneku berbunyi kembali, “Sesibuk apa pun, aku pasti nyempatin waktu buat ngasih kabar sama kamu sayang, maaf ya aku harus lanjut kerja lagi sayang,”
Dan seperti biasa aku selalu cepat membalas pesan dari kekasihku, “Makasih ya sayang, iya sayang nanti kalau udah beres kabarin aku lagi ya,” ku tunggu terus handphone ini namun tak ada balasan lagi dari dia, mungkin dia udah lanjut kerja lagi, pikirku sambil menekan tombol back menuju menu home.
Kekasihku bernama Rangga. Dia adalah satu-satunyaa pria yang aku sayang, kami sudah menjalin hubungan selama 2 tahun. Pertama kali aku berjumpa dengannya yaitu pada saat aku sedang bermain basket dengan saudaraku di halaman depan rumah kami. Saat itu aku sedang mengerjakan tugas yang diberikan pak Candra tadi di sekolah. Aku dan Ismi selalu mengerjakan tugas di halaman taman belakang rumah kami. Aku dan Ismi sudah hidup satu rumah dari sejak kami kecil. Ismi adalah keponakan almarhumah ibuku, dia sudah dianggap seperti keluarga kami dan sebagai kakakku sendiri. Sekarang aku dan Ismi hidup berdua di satu rumah. Ayah dan ibuku sudah meninggal setahun yang lalu karena kecelakaan. Sedangkan ayah dan ibu dari Ismi mereka bercerai ayahnya pergi entah ke mana dan ibunya sudah meninggalkan dia sejak dia kelas 4 SD.
Pada saat itulah dia diangkat oleh orangtuaku sebagai anggota keluarga kami. Aku dan Ismi selalu disebut dua sejoli, awalnya aku heran mengapa kita disebut dua sejoli oleh anak-anak kelas dengan seiring waktu berjalan aku tahu asal-usul sebutan tersebut dan ternyata sebutan itu muncul karena kita sering bersama-sama, di mana pun, kapan pun, dan ke mana pun. Tugas dari pak Candra tak lama dapat kami selesaikan. Setelah tugas selesai, aku dan Ismi langsung bermain basket di lapangan depan rumah kami. Pada saat itu, tanpa sengaja aku melemparkan bola basket tidak tepat sasaran.
Dan bola itu mengenai seorang pria yang sedang duduk sambil membaca sebuah buku tebal di kursi pinggir lapang. Buku yang dia baca itu entah buku apa namun sepertinya buku novel fiksi, pria itu mengambil bola basketku yang mengenainya lalu meletakkan di sampingnya dan melanjutkan membaca buku yang tertutup yang diganjal oleh jempol di salah satu halaman. Pria itu tidak melirik ke arah kami sedikit pun. Aku langsung menghampiri pria itu untuk mengambil bola basket yang terlempar ke luar sekaligus mengenainya.
“Hai, maaf ya aku gak sengaja, boleh aku ambil bolanya?” Tanyaku pada pria itu, namun pria itu tetap membaca buku yang sedang digenggamnya, aku terus mencoba memanggilnya beberapa kali dan akhirnya dia merespon omonganku.
“Iya kenapa? Maaf aku tadi lagi fokus membaca buku ini.” jawabnya dengan santai disertai tawa kecil.
“Ini bola kamu?” sambil menyodorkan bola basket yang tadi disimpan di sampingnya,”
“Iya itu bola aku, maaf ya tadi aku gak sengaja melempar bola itu sampai kena sama kamu,”
Tiba-tiba Ismi memanggilku, “Ratih ayo cepet ambil bolanya kita main lagi,”
“Iya gak apa-apa, nih ambil,” sambil mendekatkan bola itu ke tanganku, temen kamu udah manggil tuh.
“Makasih ya,” ucapku dengan disertai tawa kecil.
“Iya sama-sama,” jawabnya dengan senyum tipisnya.
Aku pun bermain basket kembali dengan Ismi. Tak terasa waktu sudah larut sore. Kami pun berhenti bermain basket dan segera bersih-bersih. Setelah selesai bersih-bersih kami pun menyiapkan makanan, untuk makan malam kami, dan pada saat kami sedang makan aku tiba-tiba teringat dengan pria sore tadi yang tak sengaja terkena lemparan bola basket olehku.

Pagi ini begitu cerah entah mengapa hatiku terasa begitu riang. Aku mengambil tas dan menunggu Ismi yang masih belum selesai sarapan, hal itu sudah tak asing lagi bagiku karena hari ini adalah jadwal dia piket, dan dia selalu berleha-leha jika berada di hari kamis pagi seperti ini. Dan Ismi pun selesai sarapan. Entah mengapa aku sangat begitu bersemangat untuk segera sampai di sekolah. Dan pada saat sampai gerbang sekolah kami berpisah, Ismi melakukan tugas piketnya untuk sebagai satpam cantik di pagi ini, sedangkan aku segera menuju ke kelas, entah apa yang membuatku ingin segera sampai di kelas pagi itu. Aku sampai di kelas dan ternyata.. tak ada satu hal pun yang istimewa di kelas pagi ini, semuanya seperti biasa. Tak lama bel masuk pun berbunyi bersamaan dengan datangnya Ismi ke kelas.
“Akhirnya aku bisa duduk juga Rat, lumayan pegel juga berdiri sekitar setengah jam di pintu gerbang,” ucapnya dengan nada kesal, sambil meletakkan tas yang digendongnya di atas meja. “Hahaha gak apa-apalah anggap upacara,” jawabku dengan santai. Bu Nia pun masuk kelas, dia masuk bersama dengan seorang pria sepertinya dia murid baru. Bu Nia mempersilahkannya untuk memperkenalkan dirinya. “Ayo perkenalkan diri,” suruh Bu Nia, sambil menuju tempat duduknya. Cowok itu maju beberapa langkah lalu melepaskan kupluk jaketnyaa, dan ternyata.. dia adalah cowok yang kemarin tak sengaja terkena bola basket olehku. Rasanya seperti mimpi, tiba-tiba Ismi menyeretkan sikutnya pada lenganku.
“Heh itu kayaknya cowok yang kemaren gak sengaja kena bola sama kamu kan?”
“Iya Mi,”
“Cie jodoh nih kayaknya,” candanya padaku sambil tersenyum tak jelas.
“Ngawur kamu ini,” jawabku dengan disertai tawa.
Namun padahal hatiku pada saat itu menjawab, “Amin semoga dia jodohku,” setelah selesai dia memperkenalkan diri dia dipersilahkan untuk duduk. Dan dia duduk tepat di depanku, hatiku saat itu berdetak semakin kencang kencang.

Beberapa hari berlalu aku dan Rangga jarang sekali mengobrol, jika mengobrol pun hanya seperlunya saja, seperti, “Hai, pagi Rat,” atau “PR buat hari ini udah beres?” dan selebihnya tak ke luar dari tema tentang sekolah. Beberapa minggu berlalu kami semakin dekat apalagi karena seringnya mendapat tugas kelompok dan kami selalu satu kelompok. Pertanyaan yang kami lontar pun menjadi lebih berkembang dari sebelumnya. Sore itu aku harus pulang sendiri, karena pada saat itu sepulang sekolah aku harus mengerjakan tugas kelompok di sekolah, sedangkan Ismi mengerjakan tugas kelompoknya di rumah temannya.
Aku berjalan sendirian, saat itu langit cukup mendung, namun aku tetap memaksakan untuk segera pulang, beberapa menit kemudian gerimis pun turun, karena saat itu tak ada tempat untuk meneduh jadi aku terus berjalan, kepalaku terasa begitu dingin karena terkena air hujan yang rintik-rintik itu. Saat aku mengangkat tasku untuk menutupi kepalaku. Tiba-tiba seseorang melepaskan jaketnya, dan menggunakan jaket itu untuk menutupi kepala kami dari hujan, tatapanku langsung tertuju pada seseorang tersebut dan dia ternyata Rangga, aku terkejut sekaligus heran. Tiba-tiba dia menatap balik padaku, dengan senyuman tipis khasnya.
“Kamu kenapa bisa di sini?” tanyaku penuh rasa heran.
“Itu gak penting,” jawabnya dengan santai.
Saat kami berjalan tiba-tiba Rangga membisikkan sepatah kalimat padaku telinga kiriku, dan kalimatnya itu berbunyi, “I love you Ratih,” saat itu aku berpura-pura tidak mendengarnya. “Apa? Aku gak jelas dengernya,” jawabku, sekaligus untuk meyakinkan apa yang ku dengar barusan. Rangga tiba-tiba langusung berjongkok di hadapanku sambil menunjukkan bunga yang dia sembunyikan. Dan dia mengulangi kata yang dia ucapkan.
“I love you Ratih, kamu mau kan jadi pendamping hidupku?”
“Hmm gimana ya?” jawabku sambil mengetuk-ngetuk hidungku seperti khalayaknya seseorang yang sedang berpikir, lalu ku sambung lagi perkataanku barusan.
“Gini deh, aku kasih tantangan, kamu,” Dipotongnya ucapanku olehnya dengan penuh semangat.
“Ayo tantangan apa, aku pasti bisa kok,” jawabnya dengan penuh percaya diri.
“Gendong aku sampe gerbang rumahku, tapi tanpa berhenti gimana?”
“Oke deal, cuman hal kecil,” jawabnya penuh percaya diri disertai tawa kecilnya. Dia pun langsung menggendongku, dan ku pegangi jaketnya untuk melindungi kepala kami dari air hujan.
Kami pun sampai di depan gerbang rumahku.
“Gimana aku bisa kan, jadi kamu mau kan?” ucapnya sambil menurunkanku dari gendongannya.
“Iya kamu berhasil, selamat ya,” jawabku sambil memberikan jaketnya. Rangga pun menyuruhku untuk segera masuk ke rumah. “Ayo silahkan tuan putri untuk segera masuk ke rumah,” candanya disertai tawanya yang manis.
“Baiklah, makasih ya gendongannya,” jawabku sambil membuka pintu gerbang.
“Iya sama-sama, aku pulang ya.”
“Iya hati-hati ya,”
“Sebenarnya, berhasil atau tidak, aku bakal tetep bilang iya,” ujarku saat jalan menuju pintu.
Aku pun masuk ke dalam rumah dan Rangga pun berjalan pulang.

Aku dan Rangga sama-sama menyukai permainan bola basket, pernah suatu saat kami bermain bola basket bersama di tempat kesukaannya, tempatnya berada di pinggir sungai. Dia menyukai tempat itu karena di sana ada hamparan rumput hijau yang begitu nyaman untuk berbaring, yang seakan-akan dapat melepaskan rasa lelahnya karena bermain basket. Saat itu sepulang sekolah kami langsung pergi ke sana untuk bermain basket, sore itu aku begitu senang, karena aku bisa bermain hobiku dengan orang yang begitu berarti untukku. Kami bermain tak cukup lama, dan permainan itu dimenangkan oleh Rangga, itu sudah pasti dia yang akan menang, karena dia mempunyai akurasi yang begitu bagus untuk memasukkan bola ke dalam ring.
Setelah kami selesai bermain, kami berbaring di atas hamparan rumput hijau di tepi sungai. Kami menunggu saat-saat matahari terbenam, dan kami menghitung mundur dari hitungan 10 sampai 1. 10, 9, 8,7, tiba-tiba tangannya menggenggam tangan dengan erat. 6, 5, 4, matahari semakin indah menuju saat-saat terbenam, pada saat itu di sana hanya ada kami berdua, hatiku begitu sangat senang, aku merasa dunia ini hanya milik kami berdua, aku ingin sekali bisa bersamanya sampai akhir napasku, sampai mataku tertutup untuk selamanya. 3, 2 sinar matahari semakin indah, dan… 1 matahari pun terbenam. Hatiku begitu senang, tak lama Rangga mengajakku untuk pulang.
“Sayang, yuk kita pulang,”
“Iya,” Kami pun beranjak dari hamparan rumput yang begitu lembut, yang sebagai saksi kisah cinta kami. Rumah kami dari tempat itu tidak terlalu jauh, maka dari itu kami pun pulang berjalan kaki saja.
“Makasih ya sayang buat hari ini,” ucapku pada Rangga sambil lebih mengeratkan genggaman tangannya yang hangat.
“Iya sama-sama sayang,” Senyum manisnya selalu tak lepas setiap kali dia berbicara. Dan senyum manisnya dapat membuat tenang hati seseorang yang melihatnya.
“Kapan-kapan kita main basket lagi ya, aku yakin nanti aku pasti menang,” ujarku disertai tawa.
“Oyah? Awas kalau kalah lagi.” jawabnya dengan raut wajah yang meyakinkan ucapanku.
Tiba-tiba dia berjongkok di depanku dan mendekatkan punggungnya padaku.
“Mau apa?”
“Ayo sini biar aku gendong, kamu pasti cape kan?”
Tanpa menunggu lama, aku langsung menerima tawarannya untuk menggendongkan. Tak terasa sudah sampai di depan rumahku.
“Makasih ya sayang, buat hari ini,” ucapku sambil turun dari gendongannya.
“Iya sayang, ayo silahkan tuan putri untuk segera masuk dan bersih-bersih,” jawabnya disertai tawa kecilnya.
“Iya baik pangeranku,” Jawabku disertai tertawa manis.
“Ayo masuk,”
“Kamu dulu aja pulang baru aku masuk,”
“Kamu dulu masuk, baru aku pulang,”
“Kita barengan aja deh,” saranku padanya.
“Ya udah,”
Kami pun berjalan berlawanan arah, dan sesampainya aku di depan pintu aku berteriak memanggilnya.
“Rangga,”
Lalu dia menengok ke belakang.
“I love you,”
“I love you too sayang.” jawabnya.
Aku pun masuk ke dalam rumah, dan disambut oleh saudara tercantikku.
“Gimana harinya Rat? Menyenangkan?”
“Sangat-sangat menyenangkan Mi,” jawabku sambil melepaskan sepatuku.
“Bagus deh, pergi bersih-bersih setelah itu kita makan, aku udah nyaiapkan makan malam.
“Serius? Makasih banyak saudara tercantikku, maaf ya aku gak bantuin,”
“Iya gak apa-apa, cepet bersih-bersih, bau keringat tuh.” jawabnya dengan nada mengejek, sekaligus mendorongku secara perlahan ke pintu kamar mandi.

Sang rembulan pun menyambutku dengan sinarnya yang begitu indah, aku memandangi handphone yang tergeletak di tempat tidur, namun tak ada satu pesan pun yang ku terima. Aku mulai heran mengapa Rangga belum mengabari aku lagi, biasanya dia jam segini sudah selesai kantor. Aku pun mencoba meneleponnya, namun tak dia angkat, aku pun semakin panik. Lalu ku coba untuk menanyakannya pada teman-teman di kantornya, dan aku pun menanyakan pada Roy, karena dia teman dekatnya Rangga di kantor dan mereka sudah seperti adik kakak. Aku pun bergegas menelepon Roy.
“Roy,”
“Iya Rat?”
“Kalau Rangga udah pulang kantor belum?”
“Rang, Ranggga u-u-udah “Jawab Roy dengan suara terbata-batah.
“Roy apa yang terjadi sama Rangga?” jawabku dengan rasa cemas.
“Rang, Rangga udah tiada Rat,”
Tiba-tiba tubuhku pun melemas, aku tak mampu berkata apa-apa, handphoneku pun terhempas ke kasurku, air mataku menetes, dan hatiku terasa begitu hancur.
“Tiba-tiba Ismi masuk ke kamarku.
“Rat kamu kenapa?” tanya Ismi dengan rasa panik. “Rat, hey Rat kamu kenapa?” sambil mengangkat daguku.
“Rangga,”
Lalu Ismi mengambil hanpdhoneku yang tergeletak di kasurku dan masih terhubung dengan Roy.
“Rat?” panggil Roy beberapa kali dengan nada cemas.
“Roy, apa yang terjadi?” tanya Ismi meneruskan teleponku yang masih tersambung dengan Roy.
“Rangga udah tiada Mi,”
“Apa kamu bercanda kan Roy?”
“Enggak Mi aku serius, sebaiknya kamu dan Ratih cepet ke rumah sakit sehat abadi,”
Tiba-tiba Ismi memakaikan jaket padaku dan menuntunku untuk masuk ke dalam mobil.
Ismi, “Ratih terlihat begitu terpukul, dari awal kita pergi sampai sekarang kepalanya terus tertunduk disertai berlinangnya air mata. Aku sesekali memutar channel radio untuk mencari sebuah lagu slow yang bisa membuatnya tenang,” Sesampai di rumah sakit, aku dan Ismi langsung dituntun Roy menuju ruangan Rangga. Roy membukakan pintu ruangan, dan aku melihat seseorang yang berbaring dengan damai di atas ranjang yang tertutupi kain putih, ku buka kain putih yang menutupi wajahnya dengan perlahan. Aku tak kuat lagi menahan semuanya saat melihat wajah Rangga yang terbaring dengan pucatnya, aku berteriak begitu keras dengan berusaha membangunkan Rangga yang sudah tertidur dengan damai. Tak lama Roy menyusuli kami ke dalam ruangan, dan Roy langsung memberikan surat yang digenggamnyaa sejak tadi di lobby.
“Rat ini amanat dari Rangga yang sudah lama dititipkan padaku,” ucap Roy sambil memberikan secarik surat tersebut ke tanganku. Aku membuka surat tersebut dengan berlinangnya air mata yang tak dapat terhenti aku menyandarkan punggungku saat membaca surat itu.
“Dear, Ratih. Jika kamu membaca surat ini pasti aku sudah tiada dan kita sudah berbeda dunia. Terima kasih telah menemani sisa hidupku selama ini sayang, maaf aku tidak memberitahumu tentang penyakitku yang selama ini aku derita, karena aku tak ingin, jika kamu sampai memikirkan tentang penyakitku ini. Aku begitu senang karena aku sudah bisa menghabiskan sisa hidupku bersama seorang wanita yang ku sayang. Kamu adalah wanita yang paling aku sayang di dunia ini dan yang sangat berarti untukku, kamu penyemangat hidupku selama ini. Awalnya aku telah putus asa dengan keadaanku, karena sudah tidak mungkin untuk mendapatkan kebahagiaan. Namun ketika aku bertemu denganmu hidup ku menjadi lebih berarti.”
“Dan aku menjadi lebih kuat untuk menjalani hidup ini, dan aku merasa menjadi seorang pria yang sangat beruntung, karena aku bisa mendapatkan wanita sesempurna dirimu. Kau adalah bidadariku di dunia, dan aku berharap engkau dapat menjadi bidadariku lagi di alam yang akan datang nanti untukmu. Terima kasih karena telah dapat membuatku tertawa, dan aku bisa mendapatkan kebahagiaan yang tak terbayangkan olehku. Terima kasih telah mewarnai sisa hidupku menjadi lebih indah, andai saja aku mempunyai waktu hidup lebih lama lagi kita pasti akan terus bersama. Aku tidak akan lupa terhadap semua yang pernah kita lalui bersama, dan tak akan pernah lupa akan dirimu sayang. I love you Ratih. Rangga.”
Semakin lama tubuhku terasa semakin lemas, tubuhku terus menyusut hingga ke bawah. Tak lama surat yang ku genggam dengan erat terhempas ke lantai, dan tiba-tiba tubuhku terhempas ke lantai.

Thanks Yang Sudah Baca. Silahkan Comot Yang Ingin Comot Dan Tunggu Update-Update Cerpen Kami Yang Terbaru. See You For Your Reading ^_^  

Selasa, 17 Mei 2016

Aku Kembali


Hello Guys. Ini ada cerpen dan silahkan membaca





“Fandi, kamu kenapa sih selalu bersikap dingin sama aku? emang ada yang salah dari aku?” tanyaku pada Fandi.
Fandi adalah sosok lelaki yang sangat ku kagumi dan ku cintai sejak SMP. Tapi entah mengapa sekarang ia begitu dingin dan kaku jika bertemu denganku. Hanya sepatah kata yang ingin ku dengar darinya. Tapi ia tetap bungkam.
“Baiklah. Mungkin ini bukan saatnya untuk kamu menjawab semua pertanyaanku. Aku ke kelas dulu ya!” ujarku dengan penuh kekecewaan.
Sekali lagi aku harus menelan semua kekecewaan ini dan untuk yang kesekian kalinya aku membuang waktuku untuk orang yang selalu bungkam padaku. Tapi ini membuatku heran. Karena aku tak pernah lelah untuk terus mendekatinya. biarlah waktu yang akan menjawab semuanya. Aku masih ingat hari itu. Hari di mana akhirnya Fandi membuka mulut. Tapi itu malah jadi hari terburuk dalam hidupku.
“Maaf. Selama ini aku selalu diam, selalu bersikap dingin, dan selalu berusaha menjauhi kamu. Tapi aku melakukan ini karena aku nggak mau kamu terlalu berharap sama aku. Aku kagum dan salut banget sama kamu karena kamu pantang menyerah untuk terus deketin aku. tapi…” ujarnya perlahan.
“Tapi apa Fandi?” tanyaku memotong pembicaraannya.
“Veril, aku mohon mulai sekarang kamu berhenti ngejar aku. Jauhin aku! aku nggak mau terus-terusan bikin kamu kecewa. Tolong, lupai aku Veril! aku yakin kamu bakal dapetin cowok yang lebih baik dari aku.” tuturnya tegas dan kemudian berlalu meninggalkanku.
Seketika jantungku serasa berhenti berdetak. Tubuhku kaku dan dingin menjalari. Bagai dicambuk guntur siang bolong hatiku ini. Perih rasanya. Hanya air mata yang mampu ku linangkan di pipiku. Selebihnya terasa hampa dan kosong. Pandanganku pun tak jelas. Pikiranku pun melayang tak berarah. Tuhan, tolong aku!
“Sayang, kamu kenapa? mukanya kok ditekuk gitu sih?” tegur Mama dari balik pintu rumah.
Aku hanya menggelengkan kepalaku dan terus melangkah menuju kamarku. Tak ku hiraukan ocehan Mamaku. Aku terus melangkah tanpa satu kata pun meluncur dari mulutku. Sesampainya di kamar, ku hempaskan tubuhku di pulau kapuk. Ku coba menerawang apa yang sebenarnya terjadi. Tapi tak ku dapatkan sebuah keterangan pasti hingga akhirnya aku pun terlelap.
Keesokan harinya sepulang sekolah ku dapati Fandi tengah berduaan dengan seorang perempuan. Ternyata ini alasannya. Ini jawaban yang ku cari-cari selama ini. Untuk yang kesekian kalinya lagi-lagi aku menangis untuk orang yang telah mematahkan hatiku. Dengan sebuah ketegaran hati aku memutuskan untuk berhenti mencintainya. Aku berhenti memahaminya. Aku berhenti di sini. Aku lelah terus menggapai sesuatu yang telah melayang jauh. Mulai detik ini akau akan melepaskan Fandi. Aku akan melepaskannya demi kebahagiaannya bersama orang lain. Aku yakin pengorbananku ini tak akan sia-sia walaupun tak berarti apa-apa untuknya.
Aku kembali. Mama, aku kembali. Aku kembali ke dalam pelukmu lagi. Hanya di pelukanmu ku dapatkan ketenangan dan kebahagiaan. Biarlah ku tinggalkan semuanya. Biarlah ku hancurkan sendiri mimpi yang telah ku rangkai sendiri. Semua ini ku lakukan karena aku ingin kembali. Kembali dalam sebuah pelukan yang berikan aku ketenangan. Ketenangan yang tak ku temui dalam dunia luarku.

Thanks Yang Sudah Membaca.

Aku Pergi

 Hello Guys Kembali lagi dengan Admin Yang TamVan. 

Silahkan Baca Dengan Baik Dan Jika Ingin Di Comot Silahkan Dan Cantumkan Nama / Link yang kalian Ambil


Mataku terpejam merasakan rintikan gerimis yang menyerbu di atas kepalaku, Hembusan angin selalu membuatku tenggelam dalam kesepian, desir angin pula yang bisa membuatku bersemangat untuk menempuh cerita hidupku. Inilah yang aku sukai, gerimis pagi yang bisa membuat memori otakku jernih kembali.
“Ariiinnn… sini Nak!” suara yang tak asing lagi di telingaku, ibuku. Tanpa menyahut, aku pun langsung menuju dapur menemuinya. “Arin tolong antarkan pesanan kue ini ke warung Pak Haji Mamat, ya. Sekalian kamu sekolah, Ibu mau langsung ke pasar membeli bahan untuk kue. Kamu udah sarapan? Jangan lupa minum obatnya.”
“Iya Bu, Arin udah sarapan sama minum obat kok, sekarang tinggal berangkat,” sahutku tak lupa mengucapkan salam seraya tersenyum meninggalkan ibu dan pergi ke warung Haji Mamat.
Singkat saja. Namaku Arin. Aku tinggal hanya bersama ibu. Ayah pergi karena tidak terima atas penyakitku dan tidak ingin membiayaiku untuk berobat, hingga mulai saat itu ia tak pernah menafkahi kami dan ibu yang menjadi tulang punggung untuk membiayai hidup kami. Keluargaku sangat sederhana meskipun begitu, aku masih tetap bersyukur karena telah dikirimkan seorang ibu yang tak pernah mengeluhkan takdir Tuhan. Mungkin aku tidak akan menemui lagi hari seperti pagi ini, tenang perasaanku dan jernih pikiranku. Pokoknya terasa sempurna sekali menikmati hidup, serasa tak mempunyai beban sedikit pun dalam diriku.
Kriiiinngg… kriinngg… kriinngg!! Lonceng sekolah pun membuyarkan lamunan manisku di bawah pohon pinus taman sekolah. “Andre tungguin gue!!” tanganku melambai pada Andre, tak lain adalah teman sekelasku.
Istirahat.
“Kenapa, Rin? kamu kesiangan?” tanya Andre.
“Nggak Dre, gue tadi cuma sedang ngelamun aja di taman,” jawabku.
Sesaat setelah kami berbincang-bincang, Andre melihat darah bercucuran dari hidungku, ia pun panik dan segera mengelapnya menggunakan tissue.
“Udah Dre gue gak apa-apa, cuma mimisan doang. Kamu udah biasa lihat kan. Gak usah panik,” ujarku.
“Nggak Rin, aku tahu ini bukan mimisan biasa, kamu itu sakit. Aku tahu udah setahun ini kamu mengkonsumsi hydrea dan jenis obat itu untuk orang yang leukemia Rin, aku tahu itu,” tukas Andre dengan mata yang tajam namun berlinangan air mata.
Melihat tatapan matanya aku hanya bisa diam, karena Andre sudah mengetahui penyakit yang sudah bersarang di tubuhku selama satu tahun ini, padahal aku berusaha untuk menyembunyikan semuanya pada sahabatku. Di perjalanan pulang. Langkahku terhenti saat ku lihat ada seorang anak laki-laki berkepala pelontos terjatuh dari sepedanya, aku mendekatinya berupaya untuk membantunya berdiri.
“Ade gak kenapa-kenapa kan? Mana yang sakit?” tanyaku.
“Aku gak kenapa-kenapa, Kak. Kakak udah cantik, baik lagi. Aku Satria. Nama Kakak siapa?” tanya anak itu seraya tersenyum lalu menjabat tanganku.
“Satria. Hmm.. nama yang bagus, Satria juga cakep kok, rumah Satria di mana? Nama Kakak Arin, panggil aja Kak Arin. Rumah Satria di mana? Kakak pengen tahu dong. Boleh kan?” tanyaku seraya tersenyum padanya.
“Aku tinggal di sana Kak, di asrama anak leukimia. Di sana banyak temen-temen Satria Kak, pada baik juga loh, Kakak boleh kok main ke sana.”
Mendengar jawaban polosnya, aku tak percaya bahwa dia mengidap kanker mematikan itu, seperti halnya sama denganku, tetapi dia tidak memperlihatkan kesakitannya, dia terlihat periang tanpa merasakan beban sedikit pun layaknya anak normal lainnya. “Oke Satria cakep. Kakak mau pulang dulu ya, kayaknya bentar lagi hujan deh, Satria juga harus pulang ya,” kataku sambil mengelus kepala pelontosnya. Ia pun mengangguk dan mulai meninggalkanku dan melambaikan tangannya. Aku terus memperhatikan dia sampai akhirnya terlihat sangat jauh beserta sepeda mininya.
“Arin pulang Buu…” aku pun membuka pintu rumah dan segera menuju dapur untuk membantu ibu membuat kue.
“Udah Nak, Kamu istirahat aja. Nanti kamu kecapean, ini biar iIbu aja yang buat,” kata ibu dengan tangan sedang memegang wadah.
“Udah Bu, Ibu jangan cerewet yaa, masa cuma masukkin kue ke oven aja Arin kecapean, ini gak seberapa Bu. Ibu pasti seneng kan ditemenin bikin kue sama anak Ibu yang cantik ini, hehehe,” dengan sedikit candaku, aku meraih wadah adonan dari tangan ibu dan memasukkannya ke oven.
Ibu hanya tertawa kecil dan menggeleng-gelengkan kepalanya mendengar kata-kata konyolku itu. Siang ini, aku berencana untuk menemui Satria AAL (Asrama Anak Leukemia), aku berencana mengajak Andre. Di perjalanan aku menceritakan tentang Satria pada Andre.
“Kak, ini siapa? Kenalin dong sama Satria,” dengan senyumnya Satria menjabat tangan Andre.
“Panggil aja Kakak, Kak Andre. Kakak ini sahabatnya Kak Arin. ini Satria ya?” jawab Andre
“Iya Kak. Oh Kakak sahabat kak Arin ya,” tukas Satria seraya mengajak kami masuk ke rumah tempat dia dibesarkan, dia juga mengenalkan kami pada seorang pengurus di sana, sementara itu, Satria pergi ke tempat bermain sederhana di halaman yang disediakan panti tersebut.
Ibu itu menceritakan sedikit tentang Satria yang ditinggal ibunya sejak dia masih bayi, ibunya meninggal karena leukemia akut yang dideritanya. Ia berpesan agar Satria dirawat dan dibesarkan di panti ini. Satria divonis kanker jenis limfositik leukimia akut pada umur 3 tahun kini usianya menginjak 6 tahun. Sudah hampir 2 bulan aku selalu mengunjungi panti itu. Selain Satria, aku juga mulai akrab dengan anak-anak di panti. Aku selalu menjatuhkan air mata, kala melihat semangat anak-anak penderita kanker itu bermain, seakan-akan mereka tidak merasakan kesakitan yang amat sakit pada diri mereka. Hingga pada suatu hari, aku melihat Satria terbaring lemah di tempat tidurnya, berbeda jauh dengan fisiknya yang kemarin, ia lebih kurus, pucat, dan napasnya pun terdengar sesak sekali.
“Satria kenapa? Satria pasti kuat melawan semua ini! Satria dengar Kakak,” air mataku tak dapat dibendung lagi melihat kondisi Satria yang sangat lemah.
“Sat… ria ssaayang Kak Ar.. rin,” Satria menggenggam tanganku disertai air mata yang mengalir lembut ke pipi anak itu. Tiba-tiba genggamannya melonggar dan tangannya pun terkulai lemah dengan darah yang cukup banyak mengalir dari hidungnya. Aku pun sontak panik dan berlari menemui ibu pengurus panti itu agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan dengan segera membawanya ke rumah sakit. Sembuhkanlah Satria Tuhan.

“Wooyyy… kata Pak Salim hari ini di tes lari 2,4 kilo di lapang belakang sekolah. Semuanya wajib tanpa terkecuali!” kata ketua murid di kelasku.
“Rin, kamu gak boleh ikut lari ya, kondisi kamu lagi gak fit, biar aku minta izin ke Pak Salim,”
“Gak apa-apa Dre, aku kuat kok,” jawabku.
Entah kenapa, tiba-tiba aku merasa sangat pusing, penglihatanku pun mulai buram, darah mulai ke luar dari hidungku. Aku bersyukur karena Andre tidak melihatku, aku pun buru-buru mengelap darah dari hidungku.
“Kamu yakin mau ikut tes?” tanya pak Salim.
“Iya Pak, saya yakin,”
“Kalau gitu kamu pergi ke lapang belakang dan gabung sama yang lain!”
“Rin, kamu kok ngeyel sama aku sih? Gimana kalau pas lari penyakit kamu kambuh? Aku khawatir, Rin,” Andre meminta agar aku mengurungkan niat untuk ikut tes.
“Nggak Dre, gue harus punya nilai, gue malu dilihatin orang-orang, olah raga itu berkeringat di lapang, gue malu kalau cuma duduk aja. Pokoknya gue mau ikut tes!” jawabku seraya meninggalkan Andre dan pergi ke lapangan belakang.
Dengan napas kembang-kempis. Aku mencoba untuk berlari mencapai garis akhir tes lari. Belum juga sampai, tiba-tiba ku rasakan tubuhku melemas, penglihatanku juga mulai kalang kabut, dengan wajah kesakitan, aku yakin bahwa aku masih bisa berlari tetapi kehendak berkata lain. Aku terjatuh dan langsung tak sadarkan diri, aku juga tidak tahu apa lagi yang terjadi.

Aku mencoba membuka mata, namun terasa sangat berat, aku melihat di sampingku ada ibu dan Andre.
“Kamu sudah sadar sayang? Alhamdulillah, terima kasih ya Allah,” kata ibu dengan raut wajah tegang disertai bahagia. Andre juga ikut tersenyum.
“Bu, Arin di mana Bu?” tanyaku dengan suara lemah dan mulut memakai selang oksigen.
“Ini di rumah sakit sayang, 2 hari kamu koma. Kamu bikin Ibu khawatir,”
Andre hanya terdiam, mungkin ia kesal karena nasihatnya kemarin tidak aku respon.
“Andre maafin aku ya, aku udah ngeyel sama kamu,”
“Nggak, kok Rin. Aku gak marah sama kamu. Semuanya udah terjadi, ini udah takdir,” kata Andre seraya tersenyum padaku.
“Bu, Arin boleh minta sesuatu?” tanyaku. Ibu mengangguk dan mengusap air matanya yang terus berjatuhan membasahi pipinya. “Arin pengen ke asrama anak leukemia Bu, Arin pengen tengok Satria. Siapa tahu aja dia udah pulang dari rumah sakit. Bolehkan Bu?” sedikit memaksa.
Ibu pun meminta izin pada dokter. Dokter mengizinkanku untuk pergi ke sana dengan didampingi suster dan Andre untuk membantuku menggunakan kursi roda. Saat tiba di sana, aku meminta Andre dan suster untuk membiarkanku masuk ke dalam sendirian dan mereka hanya menunggu di luar sampai aku puas menjenguk Satria.
“Bu, Satria mana? Dia udah pulang kan?” aku bertanya pada ibu yang mengurus Satria.
“Dia udah pulang. Iya.. dia udah pulang 2 hari yang lalu,” jawab ibu itu dengan mata yang menahan air mata.
“Sekarang dia di mana? Arin kangen banget sama Satria Bu,” aku pun tersenyum bahagia mendengar itu.
Wanita paruh baya itu membantu langkahku. Aku berjalan ke satu ruangan, hingga akhirnya berada di ruangan. Di sana terpajang foto-foto anak-anak pengidap penyakit leukemia yang telah meninggal. Aku tatap mulai dari awal hingga ke akhir. Wajah-wajah lucu yang kini hanyalah sebuah gambar membiaskan senyum-senyum indah di bibir mereka. Foto-foto itu terus ku lihat hingga akhirnya tiba di ujung. Di saat itulah tubuhku bergetar kuat. Dadaku sesak dan pikiranku kacau. Kantung air mataku seolah mendapat sinyal dari otak.
Saat itulah hormon-hormon air mataku berproduksi, semakin banyak, banyak dan banyak hingga akhirnya menitik membentuk sebuah anak sungai di pipiku. Telapak tangan ku remas, pandanganku menjadi lesu, menatap sebuah gambar yang tak asing lagi bagiku. Anak itulah yang selalu dekat bersamaku, menemani kesendirianku. Membuatku tertawa atas humornya yang selalu berbagi kebahagiaan kepada orang-orang di sekitarnya. Aku tatap dengan teliti karena mataku mulai kabur tertutupi air mata. Dengan lirih, mulutku mengatakan sebuah nama, sulit memang, tapi tetap ku paksakan.
“Sa-satria…”
Ya… Satria. Adik kecil yang baru kemarin bersamaku kini hanyalah sebuah foto yang dipampang di dinding sana. Apakah ini yang disebut pulang? Aku teringat kata-kata yang sempat ia ucapkan kemarin. Pikiranku kacau, ku tatap dalam matanya, wajah lesu namun berseri itu turut menatap mataku. Aku menangis dan bersedih, kehilangan seorang adik yang sangat bersemangat seperti dia. Aku tak sanggup, namun tetap ku balas senyumannya, pada sebuah foto yang baru saja dipampang itu. Menit terus berlalu, dua suster dan Andre sedang menantiku di luar sana. Pertanda aku harus secepatnya pulang. Aku cium fotonya berharap suatu saat nanti bisa bertemu lagi dengan anak-anak lain yang memiliki semangat seperti dia.

“Lambaikan tangan untuk kakak-kakaknya!!” sahut guru-guru panti memberikan aba-aba kepada anak-anak di sana.
Kami hanya tersenyum dari balik jendela. Kami lambaikan tangan dan ucapan terima kasih yang sangat karena telah memberikan sarana bagi kami di sini. Menit pun berlalu, saatnya kami pergi, seiring mulai bergeraknya mobil kami. Lambaian anak-anak semakin cepat melepas kepergian kami yang mulai bergerak menjauh dari panti. Aku tatap anak-anak yang mulai menangis melepas kepergian kami. Satu per satu ku tatap muka mereka hingga seluruh suasana hilang, karena sesaat setelah itu, tiba-tiba aku tak sadarkan diri. Aku sempat meminta pada Andre agar ia bisa menemukan ayah. Andre pun bergegas pergi mencari ayah. Tidak lama kemudian Andre menemukan ayahku yang tak jauh dari rumah sakit, pakaiannya sangat compang-camping, sedang mengorek-ngorek makanan sisa di tong sampah.
“Om Latif? Ini benar Om Latif Santoso kan?!” sepertinya pertanyaan Andre mengagetkannya, ayahku sontak kaget kemudian berlari menjauh darinya. Andre pun mengejarnya sampai akhirnya laki-laki tua itu berhenti. “Ada urusan apa kamu dengan saya?” tanya ayahku dengan bibir gemetar.
“Om, Arin Om.. Arin sekarat di rumah sakit, Arin butuh Om untuk pertemuan yang terakhir kalinya,” mendengar kata-kata Andre, pria paruh baya itu meneteskan air mata kemudian berteriak histeris, “Arin.. Ariiinn.. anakku, Ayah kangen kamu Nak. Ayah menyesal. Maafkan Ayah,”
Andre pun segera mengajaknya ke rumah sakit untuk menemuiku di ruang ICU.

Hari ini, aku merasa sangat lemah. Detik demi detik terlewat begitu terasa. Inikah saatnya aku pergi? Detak jantungku semakin lama semakin lambat, semakin lama semakin sulit untukku menghirup udara. Aku tiba-tiba merasa gelap dan tak berdaya. Terdengar suara isak tangisan dan aku melihat badanku terbaring tanpa nyawa. Rohku pergi dari badanku. ibu menatap badanku dengan tangisan yang sangat kencang, ayah sosok yang begitu sangat baru ku lihat menangisi diriku, aku ingin memeluknya tapi aku tak sanggup.
“Rin, sekarang kamu sudah pergi, kamu sudah tenang di sana, aku sayang banget sama kamu, Rin. Gadis cantik yang sangat ku sayangi kini pergi dan meninggalkan aku selamanya. Asal kamu tahu, Rin. Aku benar-benar menyesali semua ini, aku tahu kamu sakit seperti ini setelah kamu sudah semakin parah. Persahabatan kita tak akan pernah putus kan, Rin? Iya kan? Jangan lupakan aku ya, Arin. Aku selalu menyayangimu dan selamanya menyayangimu. Makasih ya, kamu sudah jadi malaikat paling cantik yang berhasil membuat aku tersenyum di sisa hidup kamu hingga menutup mata. Aku pasti rindu sama kamu, Rin. Selamat jalan ya Arinna Kayla Santoso, sahabatku tersayang,” Andre menangis sambil mengelus badanku yang tidak bernyawa lagi.

Thanks Yang Sudah Membaca ^_^

Pemberi Harapan Palsu

 Ya..!! Wash Up saya mempunya 1 cepen tapi tentang galau.
Silahkan Baca. 


Nampaknya kamu sudah ada yang punya. Dan haruskah aku sakit mendengar itu? Aku berkata begitu karena aku melihat tingkahmu sudah berbeda, sms yang aku terima darimu pun sudah agak cuek. Dan kamu juga sangat lama sekali membalas sms dariku. Lalu apakah aku harus sakit dengan rasa ini? Haruskah aku sakit melihat kau bahagia dengan orang lain. Memang itu hakmu dan itu adalah pribadi dan kemauanmu. Tapi kenapa kamu tidak pernah tahu dengan perasaanku selama ini? Perasaan yang aku pendam sangat lama ini harus bertepuk sebelah tangan. Oh Tuhan! Aku sangat sakit. Aku tak pernah tahu dengan perasaanmu kepadaku, apakah kamu juga mempunyai perasaan yang sama kepadaku. Tapi jika iya kalau kamu mempunyai perasaan yang sama ke padaku, kenapa kamu tidak mengungkapkannya kepadaku? Kenapa kamu tidak pernah bilang kalau kamu juga suka ke padaku. Jika kamu memang benar mempunyai perasaan yang sama sepertiku.
Jika biasanya dalam percakapan kita melalui sms, kamu selalu memanggil separuh bagian dari namaku. Seperti “Iya Put. Aku tahu itu.” Tapi mengapa sekarang kamu tidak pernah memanggil separuh dari namaku? Aku tidak berharap kamu memanggil namaku dengan pasif. Tapi aku hanya berharap kamu memanggil separuh dari namaku. Dan sekarang kamu tidak pernah melakukan itu lagi untukku. Aku tidak tahan dengan perasaan ini. Aku bukanlah setegar Rose, saat Jack Dawsen telah pergi. Ia mampu berdiri tegar secepatnya.
Aku tidak setegar itu. Saat orang yang ku cintai pergi meninggalkanku, yang tersisa hanyalah keterpurukan dalam kesedihan dan kesepian. Kamu telah bahagia dengan orang lain di sana. Aku di sini hanya menonton kebahagiaan itu dengan senyuman palsuku. Di luar aku happy saja saat bersama teman dan bertemu dengan dia. Tapi setelah pulang sekolah dan aku sendiri di dalam kamar, kalian tidak tahu kan apa yang terjadi kepadaku saat itu, saat di mana aku sendiri di dalam kamar. Yang menjadi saksi bisu saat aku berada di dalam kamar hanyalah layar handphoneku. Karena aku menangis di depan layar handphoneku, saat aku melihat relationship-mu bersama Anggi, teman Sekolah Dasarku dulu.
Aku melihat kronologi facebookmu penuh dengan ucapan selamat semoga langgeng yah. Itu ucapan dari teman satu kelasmu dan satu kelas Anggi juga. Air mata ini sudah aku tahan dengan semampuku. Tapi masih saja menetes dengan deras. Sangat deras, dada ini seakan terasa sangat sesak, napas ini seperti berhenti sejenak. Dan pengelihatan ini tidak seperti biasanya sangat buram yang aku lihat. Apa karena aku terlalu menangis sangat deras? Mungkin saja. Apa arti kedekatan kita selama ini? Apakah ini sebuah permainan yang sudah kamu atur strategi dan kamu membuat konsep itu semua? Ataukah hanya aku saja yang menganggap kedekatan kita ini sangat spesial? Bagiku ini kedekatan yang sangat spesial.
Meskipun belum sempat menjadi Kita. Tapi sudah membuat cerita. Mungkin iya aku menganggap kedekatan selama ini lebih dari teman. Dan kamu cuma menganggap kedekatan ini sebagai teman? Dan apa arti dari perhatian yang kau berikan selama ini untukku? Apakah ini sebuah bagian dari permainan kamu. Aku sangat sakit jika jadinya seperti ini, jika aku tahu ending dari perkenalan dan kedekatan kita selama ini, lalu endingnya begini. Membuatku sakit dan sedih aku akan berhenti berharap kepadamu. Dan aku akan menjahuimu, tapi kenapa kamu dulu membuatku nyaman? Membuatku ingin selalu ada dekatmu. Membuatku menjadi gila saat membaca sms yang berisi rayuan gombalmu, dan membuatku galau jika kamu tidak smsku. Aku benci! Aku benci!!! Bahkan sangat benci dengan apa yang terjadi kepadaku selama kedekatan kita dulu.
Apakah kamu hanya Pemberi Harapan Palsu untukku? Aku sakit! Kamu tidak tahu apa yang aku rasakan saat aku melihatmu bahagia dengan yang lain. Bukan denganku. Aku benci kamu! Jika aku tahu kamu hanya Pemberi harapan palsu untukku, mungkin waktu itu aku akan mencaci makimu karena telah mempermainkan perasaanku. Saat ini aku mau mencaci makimu, memarahimu, dan bertanya apa maksud kedekatan kita selama ini. Mungkin sudah terlambat dan mungkin aku dibilang perempuan gila. Dan perempuan tidak tahu diri sudah mengganggu hubungan orang lain. Dengan cara begini. Tapi bagaimana dengan perasaanku? Perasaan cinta dan sayangku kepadamu? Apakah semua ini percuma saja? Apakah semua ini akan aku buang.
Aku sudah bodoh bahkan sangat bodoh karena telah memberikan waktu yang banyak untuk orang yang tidak peduli dan pergi dariku. Aku bodoh sangat bodoh! Sekarang hanya air matalah yang menjadi teman sejatiku. Aku ingin bercerita kepada teman, tapi mereka sibuk dengan dunianya. Jika mereka perlu denganku saja baru datang padaku. Jika mereka sudah mendapatkan apa yang mereka ingin mereka pasti akan pergi. Aku lelah dengan kehidupan yang aku jalani selama ini. Aku cape Tuhan! Wajibkah aku mengadu kepadamu? Tuhan aku punya satu permintaan buatlah orang yang sudah membuatku terluka, bahagia dengan orang lain. Karena aku tidak tega melihat orang yang sudah menyakitiku menangis disakiti orang lain. Berilah ia kebahagiaan yang semestinya ia dapatkan Tuhan.


Thanks Yang Sudah Baca